Iklan

Jumat, 10 Januari 2025, 10.1.25 WIB
Last Updated 2025-01-10T03:02:29Z
BERITA TERKINIBERITA-UTAMAREGIONAL

Ilmu Tingkah di Madura: Pondasi Ba'di Sebuah Prinsip yang Bertoleransi

Advertisement


BanaspatiWatch.co.id
| | Madura -- Madura, sebuah pulau kecil di Indonesia, memiliki kekayaan budaya yang tak ternilai. Salah satu warisan yang patut diapresiasi adalah ilmu tingkah, sebuah nilai dan filosofi hidup yang mendalam. Dalam masyarakat Madura, ilmu tingkah tidak hanya dimaknai sebagai etika atau tata krama, tetapi juga menjadi landasan dalam membangun prinsip kehidupan yang berorientasi pada toleransi.


Makna Ilmu Tingkah di Madura


Secara sederhana, ilmu tingkah berarti memahami cara bersikap dan bertindak sesuai dengan konteks sosial dan budaya. Namun, lebih dari itu, ilmu tingkah mengajarkan masyarakat Madura untuk menjaga kehormatan diri (bhâbhâng pote), menghormati orang lain, dan hidup harmonis dalam keberagaman.


Konsep ini mengakar kuat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Madura, dari cara berbicara, berpakaian, hingga berinteraksi dengan sesama. Bahkan, prinsip ini juga mencerminkan ajaran religius yang menekankan pentingnya hubungan baik dengan Tuhan (habluminallah) dan sesama manusia (habluminannas).


Toleransi Sebagai Inti Prinsip Ba'di


Dalam kehidupan bermasyarakat, toleransi menjadi salah satu nilai utama yang dijaga oleh orang Madura. Mereka memahami bahwa perbedaan adalah keniscayaan yang harus dirangkul, bukan dihindari. Filosofi ini tercermin dalam ungkapan Madura, “Dhibhiʿ mon karo rassaʾ, orèng mon karo etta,” yang berarti “Hewan dikenali dari jenisnya, manusia dikenali dari hatinya.”


Ungkapan ini menegaskan pentingnya memahami hati dan niat baik orang lain, tanpa terjebak pada perbedaan suku, agama, atau latar belakang. Dalam konteks inilah ilmu tingkah menjadi pondasi bagi prinsip toleransi yang diterapkan masyarakat Madura, yang disebut sebagai ba'di.


Implementasi dalam Kehidupan Sehari-hari


Toleransi yang lahir dari ilmu tingkah terlihat nyata dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat Madura.


1. Kerukunan Beragama: Meskipun mayoritas masyarakat Madura beragama Islam, mereka tetap menghormati agama lain yang ada di sekitar mereka. Perayaan hari besar agama lain sering kali mendapat sambutan hangat dari warga Madura sebagai bentuk penghormatan.



2. Gotong Royong: Dalam tradisi seperti nyabis (membersihkan makam leluhur) atau kegiatan sosial lainnya, semua orang terlibat tanpa memandang perbedaan. Gotong royong ini menjadi wujud nyata solidaritas yang dipupuk oleh prinsip ilmu tingkah.



3. Penghormatan terhadap Perbedaan Budaya: Madura memiliki budaya yang kaya, mulai dari karapan sapi, saronen, hingga tradisi keagamaan seperti rokat tasek. Namun, mereka tetap terbuka terhadap budaya lain dan menghargai keberagaman yang ada di sekitarnya.


Pelajaran dari Madura


Ilmu tingkah yang dipegang teguh oleh masyarakat Madura mengajarkan bahwa toleransi bukanlah sekadar retorika, melainkan harus menjadi bagian dari prinsip hidup. Nilai-nilai ini relevan untuk diterapkan di era modern, di mana keberagaman sering kali menjadi tantangan dalam membangun keharmonisan.


Dengan memahami dan menerapkan filosofi ilmu tingkah, kita dapat belajar bahwa toleransi bukan hanya soal menerima perbedaan, tetapi juga merangkulnya dengan sikap penuh penghormatan dan kebijaksanaan. Masyarakat Madura telah membuktikan bahwa prinsip ini adalah pondasi kokoh dalam menciptakan kehidupan yang damai dan harmonis.



Makna Songkok yang Dipakai Pria Madura



Songkok, atau dalam bahasa Madura disebut songghâk, adalah bagian penting dari identitas budaya pria Madura. Selain berfungsi sebagai penutup kepala, songkok memiliki makna mendalam yang mencerminkan nilai-nilai budaya, agama, dan filosofi kehidupan masyarakat Madura.


Simbol Keislaman


Mayoritas masyarakat Madura adalah Muslim, dan songkok sering dikaitkan dengan identitas keagamaan. Songkok menjadi simbol ketaatan kepada Allah dan komitmen dalam menjalankan ajaran Islam. Hal ini terlihat dari penggunaannya dalam aktivitas keagamaan, seperti shalat, mengaji, atau menghadiri acara keagamaan.


Penanda Kehormatan dan Kesopanan


Bagi pria Madura, mengenakan songkok adalah bentuk penghormatan terhadap adat dan budaya. Songkok menunjukkan kesopanan, terutama saat menghadiri acara resmi, seperti pernikahan, tahlilan, atau acara adat lainnya. Tidak mengenakan songkok dalam situasi tertentu dapat dianggap kurang sopan dalam pandangan masyarakat tradisional.


Identitas dan Kewibawaan


Songkok juga melambangkan kewibawaan pria Madura. Desainnya yang sederhana namun elegan mencerminkan sifat masyarakat Madura yang tegas, sederhana, namun berpegang teguh pada prinsip. Seorang pria yang mengenakan songkok dianggap lebih dihormati dan dipandang sebagai sosok yang menjaga martabat.


Makna Warna Songkok


Warna songkok yang dominan hitam juga memiliki arti tersendiri. Dalam tradisi Madura, warna hitam melambangkan ketegasan, keberanian, dan kekuatan. Namun, dalam beberapa kesempatan tertentu, seperti acara adat atau keagamaan, pria Madura juga mengenakan songkok berwarna putih yang melambangkan kesucian dan niat baik.


Bagian dari Kesatuan Pakaian Tradisional


Songkok sering menjadi pelengkap pakaian adat Madura, seperti baju koko, sarung, dan sabuk kulit. Dalam konteks ini, songkok tidak hanya berfungsi sebagai aksesori, tetapi juga memperkuat identitas budaya dan keselarasan dalam berpakaian.


Filosofi Kehidupan


Dalam filosofi Madura, songkok mencerminkan nilai bâbhâng pote atembang pote mata (lebih baik mati daripada kehilangan harga diri). Mengenakan songkok menjadi lambang menjaga kehormatan dan martabat, baik dalam sikap maupun tindakan.


Songkok bagi pria Madura bukan sekadar penutup kepala, tetapi juga simbol identitas yang sarat makna. Songkok mencerminkan keislaman, kesopanan, kewibawaan, dan filosofi hidup masyarakat Madura. Hingga kini, tradisi mengenakan songkok tetap dilestarikan, menjadi bukti kekayaan budaya yang terus relevan dalam kehidupan modern,(Red).