Iklan

Jumat, 28 Februari 2025, 28.2.25 WIB
Last Updated 2025-02-28T03:01:01Z

Perbedaan Pernyataan Korban dan Penyidik dalam Kasus Kepala Desa Luworo: Laporan Perselingkuhan, Penelantaran Anak dan Istri, serta Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Advertisement

 



Banaspatiwatch.co.id || Madiun, 27 Februari 2025 – Kasus perselingkuhan yang melibatkan Kepala Desa Luworo, Iffan Rifai Fatumuloh, menarik perhatian publik setelah istrinya, Volindia Prastyaningsih, melaporkan perbuatan tersebut ke Polres Madiun. Namun, perkembangan terbaru menunjukkan adanya perbedaan pernyataan antara korban dan penyidik terkait proses visum yang dilakukan. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai prosedur hukum yang diterapkan dalam kasus ini.


Pada Kamis, 27 Februari 2025, sekitar pukul 11:46 WIB, Volindia Prastyaningsih, istri dari Kepala Desa Luworo, mengunjungi Polres Madiun untuk melakukan visum. Kunjungan ini merupakan bagian dari laporan kasus perselingkuhan yang melibatkan suaminya. Volindia bertemu dengan Bapak Suryo, penyidik dari bagian PPA, yang sebelumnya telah mengundangnya untuk menjalani visum.


Di ruang penyidik, terjadi percakapan telepon antara Bapak Suryo dan Ketua DPD PSM-BM yang mengawal proses hukum korban. Dalam percakapan tersebut, Bapak Suryo menyatakan, "Korban kalau keberatan visum tidak usah di visum, tetapi tergantung dari PSM-BM maunya gimana?" Namun, Volindia menanggapi hal tersebut dengan tegas, menyatakan bahwa dirinya tidak pernah menyatakan keberatan untuk menjalani visum dan ingin memahami prosedur yang benar dalam menjalani visum.


Sekitar pukul 13:00 WIB, Volindia bersama penyidik Bapak Suryo tiba di RSUD Sudono Kabupaten Madiun untuk melakukan visum. Namun, Volindia menghadapi kendala ketika ia tidak diperbolehkan melihat bukti pembayaran visum yang telah dibayar sebesar Rp 95.000. Kasir RSUD Sudono memberikan kwitansi pembayaran dengan tiga salinan: putih untuk pasien, kuning untuk perawat, dan merah untuk kasir, namun korban tidak diperbolehkan untuk melihat bukti pembayaran tersebut.


Korban KDRT yang dilakukan oleh oknum Kades Luworo saat menjadi visum di RSUD Sudono


Menurut keterangan perawat, hasil visum akan diserahkan langsung kepada pihak kepolisian. Korban dan pendampingnya tidak diperkenankan untuk melihat hasil visum tersebut, yang menurut prosedur harus diterima oleh pihak berwenang terlebih dahulu.


Salah satu titik perbedaan yang muncul adalah terkait pernyataan antara korban dan penyidik mengenai visum. Dalam wawancara, Bapak Suryo menyebutkan bahwa korban keberatan untuk menjalani visum, sementara Volindia menegaskan bahwa ia tidak pernah menyatakan keberatan. "Saya tidak pernah mengatakan keberatan untuk visum. Saya malah ingin tahu prosedurnya dan siap mengikuti proses visum ini," kata Volindia.


Perbedaan pernyataan ini menambah ketegangan dalam kasus tersebut. Beberapa pihak yang mendampingi korban juga menyoroti ketidakjelasan dalam proses visum yang seharusnya transparan dan mengikuti prosedur hukum yang berlaku.


Volindia Prastyaningsih mengungkapkan bahwa setelah suaminya dilantik sebagai Kepala Desa, ia tidak pernah mendapatkan nafkah dari suaminya. Selain itu, ia menyaksikan sendiri suaminya tidur bersama seorang wanita berinisial LC di sebuah kos pada pukul 03:00 pagi. Kini, suaminya diduga berselingkuh dengan salah satu perangkat desa bernama Yuli. "Saya ini korban, dan saya berharap laporan ini ditanggapi serius oleh Polres Madiun sesuai dengan hukum yang berlaku. Saya tidak tahu lagi kepada siapa saya bisa meminta pertolongan jika tidak kepada bapak polisi," ungkap Volindia.


Di sisi lain, penyidik Bapak Suryo memberikan penjelasan bahwa visum dilakukan sesuai prosedur yang ada. Namun, ia tidak memberikan penjelasan lebih rinci mengenai perbedaan pernyataan terkait apakah korban benar-benar keberatan untuk menjalani visum atau tidak. Penyidik juga menjelaskan bahwa hasil visum biasanya diserahkan langsung kepada pihak kepolisian, dan tidak diberikan kepada korban atau pihak lain sebelum proses selesai.


Penyidik Cahyo, yang juga terlibat dalam proses ini, menjelaskan bahwa visum memang bisa dilakukan di rumah sakit selain RSUD Sudono, namun harus ada pengantar dari kepolisian untuk memastikan kelengkapan prosedur. Hal ini sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku untuk memastikan bahwa visum dilakukan dengan sah dan sesuai dengan ketentuan yang ada.


Kasus ini masih dalam proses penyidikan, dengan sejumlah perbedaan informasi yang muncul antara korban dan pihak kepolisian. Korban berharap agar laporan yang telah diajukan segera mendapatkan perhatian serius dan diproses sesuai hukum yang berlaku.


Pihak kepolisian diharapkan dapat segera memberikan klarifikasi terkait perbedaan informasi ini agar masyarakat tidak salah paham mengenai proses hukum yang sedang berlangsung. Polisi juga diharapkan memberikan penjelasan yang lebih terbuka mengenai prosedur visum yang seharusnya dilakukan untuk memastikan keadilan bagi semua pihak yang terlibat dalam kasus ini.


Bersambung...