Advertisement
banaspatiwatch.co.id || Ngawi -- Seorang pria berinisial Y (40), warga Ngawi, dilaporkan diduga melakukan kekerasan seksual terhadap anak kandungnya yang berinisial N (14), seorang siswi setingkat SLTP Ngawi. Kasus ini terungkap setelah korban mengungkapkan kejadian tersebut kepada pamannya, yang langsung melaporkan peristiwa tersebut ke pihak kepolisian.
Peristiwa tersebut bermula pada Kamis, 13 Maret 2025, saat N memilih berbuka puasa di rumah pamannya. Keputusan ini menimbulkan kecurigaan, sebab biasanya korban berbuka puasa di rumahnya sendiri. Pamannya semakin curiga setelah mendapati rumah korban terkunci rapat dan ayahnya tidak diketahui keberadaannya.
Setelah ditanya lebih lanjut, N akhirnya mengaku telah menjadi korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh ayah kandungnya. Mendengar pengakuan tersebut, pihak keluarga segera melaporkan kejadian ini ke Polres Ngawi pada Sabtu, 15 Maret 2025. Polisi kemudian meminta agar korban menjalani visum yang dijadwalkan pada Senin, 17 Maret 2025.
Sementara itu, pelaku diduga meninggalkan rumah pada Minggu, 16 Maret 2025, pagi dan pergi ke rumah orang tuanya di Desa Soco, Jogorogo, membawa tas besar. Karena merasa trauma dan takut, korban tidak berani kembali ke rumahnya dan pada Jumat, 14 Maret 2025, dibawa ke rumah kakek dan neneknya di Desa Soco. Namun, pihak keluarga dari pihak ayah sempat menghalangi pengambilan korban dengan alasan ibu pelaku sedang berbelanja.
Korban kemudian kembali mengungkapkan bahwa kekerasan seksual tersebut sudah terjadi berulang kali di rumahnya. Selain itu, korban juga mengaku sering menerima ancaman dari pelaku jika menolak permintaannya. Pengakuan ini telah disampaikan kepada ibu kandungnya yang kini bekerja sebagai Tenaga Kerja Wanita (TKW) di Taiwan.
Pihak keluarga korban bersama Kepala Desa Beran dan Babinsa kembali melaporkan kejadian ini ke Polres Ngawi untuk memastikan proses hukum berjalan sesuai ketentuan. Hingga saat ini, pelaku diketahui berada di rumah orang tuanya di Desa Soco, Jogorogo. Polisi menyatakan bahwa proses hukum akan segera dilanjutkan setelah hasil visum keluar.
Pelaku dapat dijerat dengan sejumlah pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang Perlindungan Anak, di antaranya:
- Pasal 285 KUHP mengenai pemerkosaan, dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.
- Pasal 81 ayat (1) dan (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak, yang mengatur hukuman bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak dengan ancaman 5 hingga 15 tahun penjara, dan dapat diperberat jika dilakukan oleh orang tua kandung.
Pihak keluarga berharap pelaku segera ditangkap untuk memberikan keadilan bagi korban dan memastikan perlindungan yang maksimal. Selain itu, pendampingan psikologis bagi korban juga sangat diperlukan untuk membantu pemulihan mental dan emosionalnya.
Kasus ini menjadi pengingat bagi kita semua akan pentingnya perhatian serius terhadap kekerasan seksual terhadap anak, yang merupakan pelanggaran hukum yang berat dan memerlukan penanganan segera serta penyelesaian yang adil.
Red