Iklan

Selasa, 11 Maret 2025, 11.3.25 WIB
Last Updated 2025-03-17T02:10:25Z

Kutukan Mataram: Sejarah Kelam yang Masih Menghantui Indonesia?

Advertisement



banaspatiwatch.co.id || Jogjakarta -- Sejak era Kesultanan Mataram, perpecahan, pengkhianatan, dan kejatuhan pemimpin seakan menjadi pola sejarah di tanah Jawa. Dari runtuhnya kerajaan hingga pergolakan politik modern, legenda "Kutukan Mataram" terus dikaitkan dengan konflik yang terjadi di Indonesia.


Mitos ini bermula dari Panembahan Senopati, pendiri Mataram Islam. Konon, ia melakukan tapa brata di Laut Selatan dan mendapat restu dari Nyai Roro Kidul, penguasa gaib samudera. Sebagai gantinya, keturunannya harus setia kepada kekuatan mistis tersebut—atau menghadapi kehancuran.


Benar atau tidak, sejarah mencatat bahwa kerajaan ini terus mengalami konflik internal yang berujung pada perpecahan.


Pada abad ke-17, Sultan Agung membawa Mataram ke puncak kejayaan dan mencoba mengusir VOC dari Batavia. Namun, setelah kematiannya, kerajaan ini mulai goyah.


Amangkurat I (1646–1677) membantai ribuan ulama, tetapi justru dikhianati oleh orang terdekatnya.


Perjanjian Giyanti (1755) membelah Mataram menjadi Kasunanan Surakarta, Kesultanan Yogyakarta, Mangkunegaran, dan Pakualaman—menandai akhir dari kerajaan yang bersatu.


Sejak saat itu, Mataram hanya menjadi simbol budaya, tanpa kekuatan politik nyata.


Pada abad ke-19, Pangeran Diponegoro memimpin Perang Jawa (1825–1830), yang hampir membuat VOC bangkrut. Namun, seperti leluhurnya, ia dikhianati dalam perundingan, ditangkap, dan diasingkan ke Makassar hingga wafat.


Sejarah terus berulang: setiap upaya menyatukan Jawa selalu berakhir dengan pengkhianatan.


Kutukan Berlanjut ke Indonesia Modern?

Setelah Indonesia merdeka, pola perpecahan dan kejatuhan pemimpin tetap terjadi:


1950-an: Pemberontakan DI/TII dan PRRI/Permesta mengguncang stabilitas negara.

1965: Sukarno tersingkir setelah peristiwa G30S, dalam skenario politik yang penuh intrik.

1998: Suharto, penguasa selama 32 tahun, jatuh akibat krisis ekonomi dan gerakan reformasi.


Apakah ini benar-benar kutukan Mataram? Atau hanya pola sejarah yang terus berulang karena kesalahan yang sama?


Sejarah menunjukkan bahwa perpecahan internal adalah musuh terbesar kerajaan dan bangsa ini. Jika ingin menghindari "kutukan" ini, Indonesia harus belajar dari masa lalu dan tidak mengulang kesalahan yang sama.

Red : Gusti Pasopati